Minggu, 05 Juli 2015

Perang - Rama Wirawan


Judul Buku
:
Perang
Penulis
:
Rama Wirawan
Penerbit
:
Jalasutra
Tahun Terbit
:
2005



Ada seorang pemuda. Kegiatan yang seru bagi dia adalah diskusi tentang pemikiran. Sejak masa kuliah sampai sampai kerja di sebuah percetakan dia tak menemukan teman untuk melakukannya. Selain itu, dia mendambakan seseorang yang spesial untuk jadi kawan hidup. Naluri berontak dan hasrat untuk diskusinya tinggi, tapi tak kunjung tersalurkan. Dia merasa bosan. Dialah Perang Hayat. Pergolakan Perang Hayat untuk mengatasi kebosanan adalah fokus dalam Perang.

Adalah Deni, seorang kenalan yang punya reputasi kurang baik di kantor, pintu menuju solusi atas kegelisahan Perang. Dengan Deni Perang berdiskusi tentang punk, neoliberalisme, alienasi kerja, anarkisme, ekspresi diri, dst. Deni membuat dia berkenalan dengan sebuah komunitas punk di sebuah taman kota dan distro punk di selatan Jakarta. Hasrat Perang untuk diskusi tersalurkan. Kebosanannya atas lingkungan kerjanya terobati. Masalahnya adalah penggambaran adegan diskusi itu tampak seperti buku teks tentang paham-paham yang dijadikan dialog. Kaku. Rasanya seperti sedang kuliah saja. Ditambah lagi, pada adegan diskusi itu seringkali Perang dikesankan seperti orang yang baru tahu tentang topik yang dibicarakan, walaupun dia mengaku pernah membaca buku yang berkaitan, walaupun dia mengaku sejak kuliah dia suka membaca buku politik dan filsafat. Penggambaran cara Perang bertanya dalam kebanyakan diskusi mengesankan bahwa itu ditulis hanya supaya diskusi itu terasa seperti orang mengobrol, bukan esai panjang tentang pengantar isme-isme, dst. Yang penggambarannya meyakinkan paling-paling hanya saat Deni dan Perang diskusi tentang ekspresi diri, cara berontak, dan kompromi. Dalam obrolan itu Denisebenarnya sempat meledek diskusi tentang isme-isme itu. Itu terdengar seperti ledekan terhadap orang-orang yang suka diskusi tentang isme-isme dengan cara yang impersonal dan mengawang. Tidak bisa dimungkiri bahwa adegan diskusi dalam Perang memberikan pengetahuan tentang topiknya, tapi cara adegan itu digambarkan membuatnya jadi terasa kaku, padahal itu adalah unsur penting dalam pengatasian masalah Perang Hayat.

Ada hal lain yang jadi dambaan Perang Hayat: seorang kawan hidup untuk hidup yang remang ini, dengan kata lain pacar. Perang sempat bercerita tentang kecengannya yang bernama Via. Sayangnya, Via itu tipe perempuan yang suka ke mall, belanja, dst. Bahkan tentang komunisme, dia sempat membuat komentar yang membuat Perang ilfil. Via jelas-jelas bukan tipe Perang. Cerita tentang Via berada di awal novel, berfungsi untuk memberi penekanan akan keterasingan Perang. Setelah Deni dkk. “membebaskan” Perang, dambaan tentang pacar ini mewujud dalam mimpi. Lalu, perkenalannya dengan Adit sang pengamen cilik mengantarnya bertemu Mirah,  kenalannya semasa kuliah yang pernah bicara tentang subversi dan cinta. Pada mimpi pertama Perang tetang kawan hidup itu identitas perempuan itu buram, sedangkan setelah bertemu Mirah, ternyata perempuan itu adalah Mirah. Ya, mimpi itu muncul dua kali, dan digambarkan dengan kalimat yang sama dengan sedikit variasi. Sebenarnya pada mimpi pertama Perang merasa suara perempuan itu pernah dia dengar. Itu petunjuk bahwa dia adalah Mirah. Masalahnya adalah pembicaraan Perang dan Mirah tentang subversi dan cinta yang terjadi semasa mereka kuliah, baru dibahas setelah Perang bertemu Mirah lewat Adit. Jadi, walaupun bagi Perang Mirah adalah orang masa lalu yang sempat diabaikannya, tapi ternyata dialah perempuan yang dia inginkan jadi kawan hidup, bagi pembaca Mirah adalah tokoh yang peran pentingnya bagi kisah Perang dinodai oleh keujug-ujugan kemunculannya.

Walaupun di sana-sini bertebaran pembahasan tentang isme-isme dan hal-hal besar lainnya, Perang berfokus pada permasalahan yang personal: seorang pemuda ingin diskusi dan punya pacar yang mengerti dia untuk menyeimbangi lingkungan kerja yang membosankan. Justru karena kepersonalan permasalahannya, maka wajar bila di akhir cerita tokoh utamanya mendapatkan dua hal yang dia inginkan.Perang itu kisah yang kepersonalan masalahnya membuat akhir bahagia terasa wajar, walaupun mesti melibatkan omong-omong besar gara-gara tokoh utamanya tertarik pada topik itu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar