Judul Buku
|
:
|
Titian Perjalanan
|
Penulis
|
:
|
H.B. Supiyo
|
Penerbit
|
:
|
Aqua Press
|
Tahun Terbit
|
:
|
1975
|
Konon, masa muda adalah masa pencarian. Ini adalah salah
satu topik dalam sastra. Titian Perjalanan adalah salah satu novel tentang pencarian.
Kristiadi, pemuda yatim yang tak lama sebelumnya lulus SMA,
merantau ke Jakarta dari Yogyakarta. Pendorongnya adalah Bernard, seorang
seniman. Katanya, daripada di Yogya belum tahu mau apa selanjutnya, lebih baik
ke Jakarta. Di Ibu Kota dia menumpang di rumah Bernard, sebuah galeri kecil
yang dihuni beberapa orang lainnya. Setelah sebulan hidup ditanggung tuan
rumah, Kristiadi ditawari untuk menjadi panitia pameran Karim, seniman
sekaligus teman Bernard. Pada pameran itulah Kristiadi bertemu Pak Jayeng,
seorang lelaki dengan setelan petani Jawa, yang membeli salah satu lukisan
Karim dengan harga tinggi. Di rumahnya, saat Kristiadi mengantarkan lukisan
itu, Pak Jayeng mengatakan bahwa dirinya
bisa belanja begitu karena bertani jamur. Lalu, Kristiadi diajarkan bertani
jamur. Beberapa bulan kemudian Bernard mengingatkan agar Kristiadi bisa
mandiri. Saat itulah Kristiadi ditawari untuk bekerja pada Pak Jayeng. Saat
menyatakan niatnya pada Pak Jayeng, Kristiadi justru disuruh mudik sambil
diberikan sebuah surat yang ternyata berisi anjuran Pak Jayeng agar Kristiadi
mencoba bertani jamur di rumah dulu, baru setelah itu memutuskan untuk berguru
tentang jamur atau tidak, dan sebuah kotak yang ternyata berisi bibit jamur. Di
udik Kristiadi bertemu kembali dengan Dewanti, perempuan yang ditaksirnya. Dulu
bapak Dewanti kurang suka padanya, tapi kemudian hubungan mereka mencair.
Setelah percobaan itu, Kristiadi memutuskan untuk berguru pada Pak Jayeng.
Kristiadi adalah tokoh yang berkembang. Pada awal cerita disebutkan
bahwa dia tak tahu mau apa setelah lulus SMA. Pada suatu bagian sorot-balik
diketahui bahwa saat SMA pernah dia tidak sekolah setahun, karena setelah sakit
dia malu untuk kembali sekolah. Saat tinggal bersama Bernard pun dia tidak tahu
mau kerja apa, walaupun sambil tetap diam-diam merasa malu karena terus
ditopang oleh tuan rumah. Pertemuan dengan Karim, dan terlebih lagi dengan Pak
Jayeng, membuatnya menemukan arti kerja dan bidang yang ingin dia geluti. Tukar
ceritanya dengan Dewanti membuatnya makin termotivasi untuk mengulik suatu
bidang. Dalam Titian Perjalanan, perkembangan tokoh utama dalam pencariannya
atas suatu tujuan disebabkan oleh interaksinya dengan tokoh-tokoh lain,
walaupun beberapa tokoh tampak kelewat dermawan terhadap tokoh utama.
Perkembangan cerita sempat mengejutkan. Awalnya novel ini
tampak menjanjikan sebuah kisah yang berkutat di lingkungan seni, tapi ternyata
malah berlanjut ke dunia tani, khususnya tani jamur. Patikata (quotes) dari
Ralph Waldo Emerson pun dikeluarkan,”Petani utama adalah manusia utama.” Buku
ini secara tersirat mengatakan bahwa menjadi petani adalah upaya untuk menjadi
mandiri, dan karena itu tidak memalukan. Terlepas dari kemandirian yang
tersirat dalam bertani, tanaman yang sangat dijagokan buku ini untuk ditanam
mencurigakan juga. Data statistik dan data ilmiah tentang jamur dipaparkan oleh
Pak Jayeng. Pemaparan inilah yang mencurigakan. Seakan-akan buku ini adalah
kampanye agar pembacanya membudidayakan jamur. Apalagi kalau mengingat buku ini
adalah buku inpres, dan buku ini diperkirakan tahun ’74, masa-masa penggalakan
pembangunan zaman Soeharto. Meskipun begitu, terlepas dari kemungkinan sebagai
propaganda tani jamur, Titian Perjalanan mengajukan ide tentang kebanggaan dan
kemandirian dalam menjadi petani.
Titian Perjalanan adalah cerita tentang pencarian seorang
pemuda akan sebuah tujuan, yang dipenuhi tokoh-tokoh dermawan, sehingga pemuda
itu sampai pada keyakinan bahwa menjadi petani adalah tujuannya, walaupun
cerita ini terasa seperti propaganda budidaya jamur di masa “pembangunan”.
Saya pernah baca novel ini, bukunya saya temukan sudah menguning didepannya ada cap perpustakaan sekolah. Ceritanya seru dan ringan. Ternyata maksud tersiratnya ialah menjadi mandiri dengan bertani ya.
BalasHapus