Senin, 11 April 2016

Ombak Parangtritis - Nasjah Djamin


Judul Buku
:
Ombak Parangtritis
Penulis
:
Nasjah Djamin
Penerbit
:
Balai Pustaka
Tahun Terbit
:
1983



Seperti air laut, Ombak Parangtritis menggambarkan pasang-surut harapan seorang remaja bernama Nita.

Suatu peristiwa yang terjadi di luar kuasanya menjadi suatu titik balik dalam hidup Nita. Harapannya untuk menamatkan SMA pupus, apalagi untuk memperdalam seni lukis di ASRI Yogyakarta. Dia menarik diri dari pergaulan padahal dia seorang yang supel, bahkan dia sengaja tidak datang ke acara ulang tahun karibnya, Ningrum. Keadaan ekonomi keluarganya kembang-kempis untuk menopang lima bersaudara dan sepasang suami istri setelah bapaknya pensiun dari jabatannya sebagai pegawai negeri. Semua itu dilakukannya sebagai upaya untuk memahami kesulitan orang tuanya, walaupun kentara rasa sesak dalam perenungannya.

Sementara ibu dan dua adiknya tetap di Yogya untuk mengelola rumahnya yang kini dijadikan kosan, dia turut dengan bapaknya untuk membuka usaha di Parangtritis. Awalnya, kakaknya di perantauan menyesalkan keadaan ini. Namun, Nita perlahan-lahan membangun kembali semangatnya dari beragam pengalaman selama menjadi pegawai di warung-hotel milik bapaknya. Kemampuan sosialisasinya melancarkan pekerjaannya sebagai pemandu bagi turis. Bahkan, keakrabannya dengan mereka mengantarkannya pada obrolan tentang perenungan hidup. Sementara itu, di sela-sela kesibukannya dia terus melipur diri dengan melukis. Puncak upayanya untuk membangun kembali harapan dijumpainya saat dia berkenalan dengan Minarti, seorang anak orang kaya yang punya masa lalu muram dan ingin menata kembali hidupnya dengan melukis. Setelah itu, seperti lagu Beatles, it’s getting better all the time.

Selain perjuangan Nita, sepanjang cerita kita akan melihat gambaran keadaan pantai Parangtritis pada tahun ‘80an. Bule hippies berbondong berlabuh di sana dan menganggap pantai di wilayah itu lebih bagus dari pantai Bali. Orang-orang ziarah ke makam yang ada di wilayah itu. Keadaan itu disandingkan dengan warung-hotel yang berjejal di sepanjang pesisir pantai. Anak muda Yogya dan sekitarnya datang ke sana untuk bersenang-senang, bahkan mushroom pun sempat disebut-sebut. Saya pribadi, setelah membaca gambaran keadaan alam dan sosial Parangtritis dan sekitarnya, jadi merasa kurang menjelajah pantai itu waktu kemarin-kemarin main ke sana.

Detil referensial yang bertebaran sepanjang cerita pun patut diacungi jempol. Nita dijuluki Roro Mendut, bahkan kabar ini tidak hanya berkumandang di Parangtritis, tapi juga menyebar ke Yogyakarta. Ini juga yang membuat Ningrum dan Bleki, pemuda yang ngeceng Nita, mengetahui keadaan tokoh utama kita. Tidak tanggung-tanggung. Nasjah Djamin menyediakan bagian tersendiri untuk menceritakan ulang kisah Roro Mendut. Selain itu, detil yang paling banyak diumbar adalah tentang seni. Dari mulai cara membatik sampai cara membikin kanvas secara mandiri pun secara rinci didedahkan. Kisah-kisah perupa Indonesia pun bertebaran, khususnya dalam obrolan Nita dan Minarti. Dari mulai Soedjojono sampai Affandi. Nasjah Djamin memang orang-dalam dunia seni rupa Indonesia.

Ombak Parangtritis mendeburkan kisah seorang remaja yang berupaya menumbuhkan kembali harapannya setelah dihantam peristiwa yang terjadi di luar kuasanya, di pantai selatan Yogyakarta tahun ‘80an dengan hembusan detil sepoi-sepoi tentang seni.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar