Jumat, 20 Mei 2016

Selamat Datang di Pengadilan - Daniel Mahendra


Judul Buku
:
Selamat Datang di Pengadilan
Penulis
:
Daniel Mahendra
Penerbit
:
Malka
Tahun Terbit
:
2001



Selamat Datang di Pengadilan berisi kisah-kisah temaram beberapa kalangan mahasiswa dan disusupi tiga kisah yang menyimpang dari topik itu.

Kalau bukan mahasiswa aktivis, kebanyakan tokoh utamanya adalah mahasiswa jurnalistik yang punya ketertarikan terhadap isu-isu kiri atau setidaknya mahasiswa yang idealismenya menggebu-gebu. Mereka dipertentangkan dengan pemerintah (misalnya, “Bangsaku Yang Fasis” dan “Pacarku Seorang Penyair”), kampus (misalnya, “Kemudian Jadilah Ia Wartawan” dan “Pacarku Seorang Asisten Dosen”), orang tua (misalnya, “Dia yang Telah Pergi”), dan sesama mahasiswa atau pacarnya yang berpandangan hidup bertolak belakang (misalnya, “Generasiku Generasi Borjuis”). Dalam pertentangannya, mereka frontal. Seorang anak membantah saat bapaknya melarang terlibat dalam gerakan mahasiswa. Seorang dosen diejek mahasiswa yang juga pacarnya karena dianggap tidak becus mengajar. Seorang mahasiswa yang getol meneliti dan peka politik dibandingkan dengan pacarnya yang suka memakai narkoba dan melakukan seks bebas. Sikap sekumpulan mahasiswa aktivis terhadap rezim dibandingkan dengan sikap mereka terhadap mahasiswa baru saat ospek. Terhadap orang yang berbeda pandangan atau terhadap hal yang mereka anggap salah, mereka bersikap konfrontatif.

Sayang sekali, persoalan yang potensial ini justru diredam oleh cara bertutur ceritanya. Kebanyakan cerpen di sini dituturkan oleh tokoh yang terlibat di dalam cerita tapi sekaligus serba tahu tentang perasaan dan kejadian yang dialami oleh tokoh lain sekalipun mereka tak bersamanya. Satu dua cerpen luput dari perangkap ini, seperti “Bangsaku yang Fasis” yang berisi pembandingan reaksi tokoh terhadap dua hal yang senada. Omongan-omongan pretensius meledak-ledak dalam adegan yang janggal untuk itu. Contoh paling ekstrimnya ada di dua di antara tiga cerpen yang tokohnya menyimpang dari konvensi tokoh dalam buku ini: dalam perdebatan tentang aborsi atau nikah, sepasang kekasih meributkan kekejaman umat manusia (“Cerita Abad Baru”), sementara itu dalam cerita lain seorang pegawai bicara dengan malaikat pencabut nyawa tentang negara, korupsi, dan nafsu manusia (“Sudah Siapkah Kau”). Seperti yang sudah disebutkan, beberapa tokoh dalam kumpulan cerpen ini adalah mahasiswa jurnalistik. Tampaknya itu berpengaruh terhadap cara bertutur beberapa cerita. Misalnya, kita akan mendapatkan laporan ekonomi dan sosial suatu daerah di Jawa Timur dalam “Suatu Malam di Gelap Timur”. Barangkali itu dijadikan semacam pembayangan yang memungkinkan seorang tokohnya diperkosa. Hanya saja rasanya seperti membaca laporan yang berisi data di koran. Kering. Suspens cerita justru diredam. Lunturlah daya pengaruhnya.

Judul Selamat Datang di Pengadilan adalah isyarat bahwa pembaca akan didamprat dengan kisah-kisah dengan nada menggugat dan mengadili pihak yang mestinya bertanggung jawab atas kemalangan yang menimpa tokoh-tokohnya. Sayangnya, caranya mengadili malah mengurangi simpatiknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar