Senin, 25 Juli 2016

Arjuna Wiwahahaha - Yudhistira ANM Massardi


Judul Buku
:
Arjuna Wiwahahaha...!
Penulis
:
Yudhistira ANM Massardi
Penerbit
:
Garuda Metropolitan Press
Tahun Terbit
:
1984



Penafian: Kecuali buku ini, saya belum baca dua seri terdahulu Arjuna Mencari Cinta, sehingga barangkali ada beberapa hal yang belum bisa saya jelaskan.

Arjuna Wiwahahaha berisi petualangan Arjuna di Jepang Ajaib dan langit setelah dipingit oleh Dewa Ruci.

Kisah yang pada awalnya melaju tak keruan ini perlahan menemukan tujuan dalam pelarian dan pencarian. Beberapa bab awal berisi peristiwa yang berkaitan dengan seri sebelumnya: Arjuna dijebloskan ke penjara karena berjualan obat sembarangan. Setelah dibebaskan, dia berkelayap dalam keadaan trans. Dewa Ruci menghentikannya dengan memasukkannya ke dalam telinga. Kabur dari situ, masuklah Arjuna ke Jepang Ajaib. Di sana dia melarikan diri dari pemukim puncak Gunung Fuji sambil terkenang seorang gadis misterius yang dijulukinya Gadis Kuntilanak. Di tengah perjalanan dia terlibat percintaan dengan Yuko-San. Sementara itu, dia melibatkan diri dalam sayembara jodoh Ratu Kobe. Tujuan yang jelas didapatkan Arjuna dari hasratnya untuk melarikan diri dari pemukim Gunung Fuji dan hasrat untuk mendapatkan Yuko-San dan Ratu Kobe.

Pemicu tindakan Arjuna adalah cinta dan birahi. Kekesalannya pada Gadis Kuntilanak sebenarnya adalah perwujudan kegemasannya. Pada Yuko-San dan Ratu Kobe jelas-jelas dia menyatakan keterpincutannya. Dalam berhubungan dengan mereka, Arjuna bertingkah sebagai petualang cinta. Dia meninggalkan Yuko-San karena penasaran dengan Gadis Kuntilanak dan ingin memenangkan sayembara jodoh Ratu Kobe, bahkan di suatu emper sungai yang menjadi pusat kemesuman dia sengaja mengisengi pasangan-pasangan di situ demi menggasak perempuan-perempuannya. Kalau birahi atau cintanya tidak terpuaskan, Arjuna menderita segila-gilanya. Sebaliknya, kalau terpuaskan, dia masa bodoh amat dengan derita orang lain yang terkena dampaknya. Cinta dan birahi membuat Arjuna mempersetankan banyak hal saat bertindak.
Jepang Ajaib, Suryalaya, Takamanohara, dan daerah lain yang dijelajahi Arjuna adalah suatu dunia yang anakronistis. Tokoh legendaris Jepang yang fiktif atau faktual dari beragam masa dihempaskan saja ke muka Arjuna: dari Masaki Shikibu, Yasunari Kawabata, Osamu Dazai, Miyamoto Musashi, Tojo Hideki, Issunboshi, Kaguya-hime, Yamata-no-Orochi, sampai dewa-dewa mitologi Jepang. Tiga pusaka Jepang pun (Kusanagi, Kogami, dan Magatama) berperan sebagai pistol Chekov. Sementara itu, tokoh-tokoh pewayangan (sebagaimana sang tokoh utama sendiri) bertebaran di mana-mana: Dewa Ruci, Bratasena, Banowati, Putri Rarasati, Pegriwati, Setyowati, Sumbadra, Srikandi, dst.. Tokoh Jepang dan tokoh wayang ini dihadirkan dalam peran yang seringkali ngawur dari versi originalnya. Misalnya, Yasunari Kawabata adalah kakek penebang bambu yang mengadopsi Kaguya-hime. Ini didasarkan pada dongeng Kaguya-hime. Misalnya lagi, Bratasena, yang merupakan nama lain dari Bima, adalah bapak Arjuna. Dst. dst.. Atas kengawuran itu, Arjuna dan pencerita seringkali sangat sadar. Saat Dewa Ruci mengatakan hal-hal yang juga disebutkan dalam Bagavadgita, Arjuna menyatakan kejemuannya karena sudah pernah membaca buku itu. Saat mengetahui nama-nama tokoh Jepang, Arjuna seringkali membahas dan membandingkannya dengan versi originalnya. Legenda Jawa dan Jepang ini sengaja diacak-acak seenak udelnya.

Kesadaran Arjuna atas kehadirannya sebagai wayang pun menunjukkan persoalan lain. Dalam banyak peristiwa dia menyadari kehadiran seorang dalang yang menggerakkan nasibnya. Pada suatu ketika dia bersimpulan bahwa percuma saja berusaha mempertanyakannya. Lebih baik manut saja pada kehendak dalang. Sang dalang pun seringkali seenaknya membuat pembenaran atas banyak peristiwa. Misalnya, saat mendadak Arjuna bisa tiba di suatu tempat padahal sebelumnya tempat itu disebutkan sulit dijangkau, dalang menyuruh pembaca untuk tidak usah memusingkannya dan terima saja. Nada bercanda dalam pengisahan kehendak dalang atas wayangnya ini menunjukkan sikap yang santai, dan cenderung meledek, atas konsep takdir.

Arjuna Wiwahahaha adalah petualangan cinta Arjuna sang mata keranjang di belantara legenda Jepang dan Jawa yang seenak udelnya dianakronistiskan dalang.

Keluarga Permana - Ramadhan K.H.


Judul Buku
:
Keluarga Permana
Penulis
:
Ramadhan K.H.
Penerbit
:
Pustaka Jaya
Tahun Terbit
:
1976



Keluarga Permana berisi pergolakan sebuah keluarga setelah kepala keluarganya ditimpa kemalangan.

Kemalangan itu adalah pemecatan atas tuduhan penyelewengan dana. Inilah yang membuat Permana, sang kepala keluarga, kehilangan pekerjaan sebagai kepala bagian pembangunan di suatu perusahaan negara. Hubungan baiknya dengan pemborong langganan perusahaan dijadikan dasar tuduhan direkturnya. Setelah menganggur, Permana jadi sering melamun, gampang marah, dan kehilangan kepercayaan diri. Kemalangan itu menggoncang jiwa  Permana.

Keadaan jiwa Permana berpengaruh pada hubungannya dengan istri dan anaknya. Rendah diri akibat pengangguran membuat dia mencurigai Saleha, istrinya, selingkuh dengan direktur kantornya. Ingatan tentang bekas kantornya yang tak hentinya terpikirkan karena dia menganggur menekannya. Dampaknya, hal-hal sepele, seperti piring pecah tak sengaja, sudah cukup untuk menyulut kemarahannya. Ida, anaknya, adalah sasaran empuk bagi kemarahannya. Tak jarang gadis itu dipukuli. Stres Permana memperburuk hubungan mereka.

Walaupun keduanya sama tak tahan dengan sikap Permana, Saleha dan Ida mengambil keputusan yang berbeda untuk menyiasati keadaan mereka. Saat kemuakan memuncak, Saleha mengungsi ke rumah neneknya di Lengkong. Walaupun Bi Tati sudah mendukungnya, dia tak menceraikan Permana. Sementara itu, Ida mendambakan bisa minggat dari rumahnya. Dambaan ini menemukan celah saat Permana mengizinkan rumahnya diindekosi Sumarto. Ida sangat berharap Sumarto membawanya pergi dari rumah itu. Ida memutuskan untuk meninggalkan rumah Permana, sedangkan Saleha berusaha membetahkan diri.

Dambaan Ida ini adalah bibit ironi. Senggamanya dengan Sumarto membuat Ida hamil. Awalnya, dia menutup-nutupinya. Orang tuanya baru mengetahuinya setelah Permana telanjur ‘menggusah’ Sumarto dari rumah mereka. Tapi, kalaupun Sumarto masih tinggal pun Permana keberatan menikahkan mereka. Akhirnya, Permana dan Saleha memutuskan untuk menggugurkan kandungan Ida. Tindakan ini seperti bom waktu yang meledak saat semuanya telah terlambat. Sebagaimana dambaannya, Ida memang berhasil keluar dari rumah Permana, tapi tidak dalam keadaan hidup.
Hubungan keluarga Permana, khususnya Ida, dan Sumarto menunjukkan soal lain. Pertama-tama, alasan Permana menolak hubungan Sumarto dan Ida adalah umur Ida yang masih terlalu muda. Lalu, alasan Permana menolak kemungkinan perkawinan Sumarto dan Ida yang telanjur hamil adalah perbedaan agama. Sumarto Katolik, sedangkan Permana sekeluarga Islam. Antara keluarga Permana dan Sumarto terdapat jurang agama.

Pada dua ritus (pernikahan dan pemakaman) jurang agama ini meruncing. Setelah penggugurannya diketahui Sumarto, Ida mendesak orang tuanya untuk mengizinkan mereka menikah. Ida memutuskan untuk menyesuaikan agamanya dengan Sumarto. Mereka dinikahkan secara Katolik. Sementara itu, pemakaman jenazah Ida dipertanyakan oleh pegawai rumah sakit sampai keluarga besar Permana. Pertanyaan ini dilambangkan dengan penyebutan dua TPU di Bandung, latar novel ini: Sirnaraga, TPU yang identik dengan Muslim, dan Pandu, TPU yang identik dengan Kristen. Ida dimakamkan di Pandu. Terhadap dua kejadian ini, Permana dan Saleha berusaha tidak mempermasalahkan agama walaupun merasa tidak setuju juga. Justru yang paling panas memandangnya adalah kerabatnya, Mang Ibrahim. Dia merasa dua peristiwa ini adalah tanda kekalahan kaumnya. Dalam tiap sikapnya atas dua peristiwa itu amarah kentara, bahkan dia tak sudi menghadiri pemakaman Ida padahal Ida adalah cucu kesayangannya. Amarah ini dicoba diatasi oleh Saifuddin, kerabat lain, yang memandang persoalan ini dengan lebih moderat. Pemilihan tokoh latar sebagai pihak yang justru paling sengit menyikapi jurang agama ini mengisyaratkan bahwa ini bukan lagi sekadar urusan internal keluarga melainkan persoalan umum.

Dalam Keluarga Permana, dengan gerak seperti domino, persoalan kebendaan yang berakibat pada persoalan kejiwaan dibenturkan pada persoalan agama sehingga novel yang penceritaannya apik ini mematrikan kesan kerumitan persoalannya.

Sabtu, 16 Juli 2016

Bintang-Bintang - Ras Siregar




Judul Buku
:
Bintang-Bintang
Penulis
:
Ras Siregar
Penerbit
:
Pustaka Jaya
Tahun Terbit
:
1973

Bintang-Bintang berisi hubungan laki-perempuan, peristiwa yang berkaitan dengan zaman perang, dan persahabatan.

Di sini hubungan laki-perempuan digambarkan cenderung tidak berbalas. Penghadang hubungan itu kadang pekerjaan, kebiasaan seseorang, atau ketiadaan komunikasi. Seorang lelaki canggung mendekati perempuan yang ditaksirnya karena di satu sisi lelaki itu, seorang asisten lab, menilai perempuan itu tidak becus bekerja (“Sebuah Analisis”). Seorang perempuan berselingkuh karena suaminya tak kunjung pulang dari medan perang. Seorang lelaki mendendam setelah istrinya dibunuh saat dia bertugas di medan perang (“Bintang-Bintang”). Seorang perempuan menjadi perawan tua karena kebiasaannya berganti-ganti pasangan dan keranjingan berpesta (“Setangkai Bunga”). Seorang istri yang merajuk karena ternyata sedang hamil baru mengaku pada suaminya setelah orang lain ikut campur di meja mereka (“Pelaut”). Kecuali dalam satu cerpen, di sini ketidakberbalasan hubungan laki-perempuan bersuasana muram.
Perang di masa lalu berpengaruh besar terhadap peristiwa dalam beberapa cerpen. Sebuah muntik (kereta perkebunan) menjadi saksi bisu perubahan orang-orang akibat perang zaman Jepang, perang revolusi, perang agresi militer Belanda. Orang-orang yang pada zaman sebelumnya adalah rekan, pada zaman selanjutnya menjadi musuh (“Muntik No. 11”). Pendudukan Jepang di daerah perkebunan kelapa sawit memisahkan seorang istri dari suaminya yang dipaksa untuk menjadi serdadu Asia Timur Raya. Perempuan itu serong (“Ia Datang Malam Hari”). Perang revolusi menjauhkan seorang suami dari istrinya sehingga dia terlambat mengetahui istrinya diperkosa dan dibunuh oleh gerombolan. Perang mengubah orang-orang secara drastis.

Dua cerpen berisi topik yang menyimpang dari kebanyakan cerpen dalam kumpulan ini. Meskipun demikian, dua cerpen ini memiliki irisan topik, yakni persahabatan. Satu berisi persahabatan palsu karena dilandasi oleh kepentingan untuk mempengaruhi keputusan seorang yang berkuasa, seorang asisten dosen. Bertahun-tahun kemudian saat dia berusaha menyapa, teman itu menganggapnya tidak penting (“Ketika Jadi Asisten”). Satu lagi berisi curhat seorang penulis pada temannya. Dia berusaha untuk bercerita tentang hal-hal yang menyenangkan tapi selalu berakhir tidak menyenangkan karena keadaannya memang tidak menyenangkan (“Surat Buat Sahabat”). Persahabatan palsu ditunjukkan oleh pengabaian seseorang pada upaya penghubungan kembali seseorang lainnya setelah lama tidak bertemu, sedangkan, sebaliknya, tidak.

Bintang-Bintang memendarkan kemuraman hubungan laki-perempuan yang tidak berbalas, perubahan drastis orang-orang akibat perang, dan perbedaan persahabatan yang palsu dan tidak.