Senin, 25 Juli 2016

Keluarga Permana - Ramadhan K.H.


Judul Buku
:
Keluarga Permana
Penulis
:
Ramadhan K.H.
Penerbit
:
Pustaka Jaya
Tahun Terbit
:
1976



Keluarga Permana berisi pergolakan sebuah keluarga setelah kepala keluarganya ditimpa kemalangan.

Kemalangan itu adalah pemecatan atas tuduhan penyelewengan dana. Inilah yang membuat Permana, sang kepala keluarga, kehilangan pekerjaan sebagai kepala bagian pembangunan di suatu perusahaan negara. Hubungan baiknya dengan pemborong langganan perusahaan dijadikan dasar tuduhan direkturnya. Setelah menganggur, Permana jadi sering melamun, gampang marah, dan kehilangan kepercayaan diri. Kemalangan itu menggoncang jiwa  Permana.

Keadaan jiwa Permana berpengaruh pada hubungannya dengan istri dan anaknya. Rendah diri akibat pengangguran membuat dia mencurigai Saleha, istrinya, selingkuh dengan direktur kantornya. Ingatan tentang bekas kantornya yang tak hentinya terpikirkan karena dia menganggur menekannya. Dampaknya, hal-hal sepele, seperti piring pecah tak sengaja, sudah cukup untuk menyulut kemarahannya. Ida, anaknya, adalah sasaran empuk bagi kemarahannya. Tak jarang gadis itu dipukuli. Stres Permana memperburuk hubungan mereka.

Walaupun keduanya sama tak tahan dengan sikap Permana, Saleha dan Ida mengambil keputusan yang berbeda untuk menyiasati keadaan mereka. Saat kemuakan memuncak, Saleha mengungsi ke rumah neneknya di Lengkong. Walaupun Bi Tati sudah mendukungnya, dia tak menceraikan Permana. Sementara itu, Ida mendambakan bisa minggat dari rumahnya. Dambaan ini menemukan celah saat Permana mengizinkan rumahnya diindekosi Sumarto. Ida sangat berharap Sumarto membawanya pergi dari rumah itu. Ida memutuskan untuk meninggalkan rumah Permana, sedangkan Saleha berusaha membetahkan diri.

Dambaan Ida ini adalah bibit ironi. Senggamanya dengan Sumarto membuat Ida hamil. Awalnya, dia menutup-nutupinya. Orang tuanya baru mengetahuinya setelah Permana telanjur ‘menggusah’ Sumarto dari rumah mereka. Tapi, kalaupun Sumarto masih tinggal pun Permana keberatan menikahkan mereka. Akhirnya, Permana dan Saleha memutuskan untuk menggugurkan kandungan Ida. Tindakan ini seperti bom waktu yang meledak saat semuanya telah terlambat. Sebagaimana dambaannya, Ida memang berhasil keluar dari rumah Permana, tapi tidak dalam keadaan hidup.
Hubungan keluarga Permana, khususnya Ida, dan Sumarto menunjukkan soal lain. Pertama-tama, alasan Permana menolak hubungan Sumarto dan Ida adalah umur Ida yang masih terlalu muda. Lalu, alasan Permana menolak kemungkinan perkawinan Sumarto dan Ida yang telanjur hamil adalah perbedaan agama. Sumarto Katolik, sedangkan Permana sekeluarga Islam. Antara keluarga Permana dan Sumarto terdapat jurang agama.

Pada dua ritus (pernikahan dan pemakaman) jurang agama ini meruncing. Setelah penggugurannya diketahui Sumarto, Ida mendesak orang tuanya untuk mengizinkan mereka menikah. Ida memutuskan untuk menyesuaikan agamanya dengan Sumarto. Mereka dinikahkan secara Katolik. Sementara itu, pemakaman jenazah Ida dipertanyakan oleh pegawai rumah sakit sampai keluarga besar Permana. Pertanyaan ini dilambangkan dengan penyebutan dua TPU di Bandung, latar novel ini: Sirnaraga, TPU yang identik dengan Muslim, dan Pandu, TPU yang identik dengan Kristen. Ida dimakamkan di Pandu. Terhadap dua kejadian ini, Permana dan Saleha berusaha tidak mempermasalahkan agama walaupun merasa tidak setuju juga. Justru yang paling panas memandangnya adalah kerabatnya, Mang Ibrahim. Dia merasa dua peristiwa ini adalah tanda kekalahan kaumnya. Dalam tiap sikapnya atas dua peristiwa itu amarah kentara, bahkan dia tak sudi menghadiri pemakaman Ida padahal Ida adalah cucu kesayangannya. Amarah ini dicoba diatasi oleh Saifuddin, kerabat lain, yang memandang persoalan ini dengan lebih moderat. Pemilihan tokoh latar sebagai pihak yang justru paling sengit menyikapi jurang agama ini mengisyaratkan bahwa ini bukan lagi sekadar urusan internal keluarga melainkan persoalan umum.

Dalam Keluarga Permana, dengan gerak seperti domino, persoalan kebendaan yang berakibat pada persoalan kejiwaan dibenturkan pada persoalan agama sehingga novel yang penceritaannya apik ini mematrikan kesan kerumitan persoalannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar