Judul Buku
|
:
|
Keluarga Permana
|
Penulis
|
:
|
Ramadhan K.H.
|
Penerbit
|
:
|
Pustaka Jaya
|
Tahun Terbit
|
:
|
1976
|
Keluarga Permana berisi pergolakan sebuah keluarga setelah
kepala keluarganya ditimpa kemalangan.
Kemalangan itu adalah pemecatan atas tuduhan penyelewengan
dana. Inilah yang membuat Permana, sang kepala keluarga, kehilangan pekerjaan
sebagai kepala bagian pembangunan di suatu perusahaan negara. Hubungan baiknya
dengan pemborong langganan perusahaan dijadikan dasar tuduhan direkturnya.
Setelah menganggur, Permana jadi sering melamun, gampang marah, dan kehilangan
kepercayaan diri. Kemalangan itu menggoncang jiwa Permana.
Keadaan jiwa Permana berpengaruh pada hubungannya dengan
istri dan anaknya. Rendah diri akibat pengangguran membuat dia mencurigai
Saleha, istrinya, selingkuh dengan direktur kantornya. Ingatan tentang bekas
kantornya yang tak hentinya terpikirkan karena dia menganggur menekannya.
Dampaknya, hal-hal sepele, seperti piring pecah tak sengaja, sudah cukup untuk
menyulut kemarahannya. Ida, anaknya, adalah sasaran empuk bagi kemarahannya.
Tak jarang gadis itu dipukuli. Stres Permana memperburuk hubungan mereka.
Walaupun keduanya sama tak tahan dengan sikap Permana, Saleha
dan Ida mengambil keputusan yang berbeda untuk menyiasati keadaan mereka. Saat
kemuakan memuncak, Saleha mengungsi ke rumah neneknya di Lengkong. Walaupun Bi
Tati sudah mendukungnya, dia tak menceraikan Permana. Sementara itu, Ida
mendambakan bisa minggat dari rumahnya. Dambaan ini menemukan celah saat
Permana mengizinkan rumahnya diindekosi Sumarto. Ida sangat berharap Sumarto
membawanya pergi dari rumah itu. Ida memutuskan untuk meninggalkan rumah
Permana, sedangkan Saleha berusaha membetahkan diri.
Dambaan Ida ini adalah bibit ironi. Senggamanya dengan
Sumarto membuat Ida hamil. Awalnya, dia menutup-nutupinya. Orang tuanya baru
mengetahuinya setelah Permana telanjur ‘menggusah’ Sumarto dari rumah mereka.
Tapi, kalaupun Sumarto masih tinggal pun Permana keberatan menikahkan mereka.
Akhirnya, Permana dan Saleha memutuskan untuk menggugurkan kandungan Ida.
Tindakan ini seperti bom waktu yang meledak saat semuanya telah terlambat. Sebagaimana
dambaannya, Ida memang berhasil keluar dari rumah Permana, tapi tidak dalam
keadaan hidup.
Hubungan keluarga Permana, khususnya Ida, dan Sumarto
menunjukkan soal lain. Pertama-tama, alasan Permana menolak hubungan Sumarto
dan Ida adalah umur Ida yang masih terlalu muda. Lalu, alasan Permana menolak
kemungkinan perkawinan Sumarto dan Ida yang telanjur hamil adalah perbedaan
agama. Sumarto Katolik, sedangkan Permana sekeluarga Islam. Antara keluarga
Permana dan Sumarto terdapat jurang agama.
Pada dua ritus (pernikahan dan pemakaman) jurang agama ini
meruncing. Setelah penggugurannya diketahui Sumarto, Ida mendesak orang tuanya
untuk mengizinkan mereka menikah. Ida memutuskan untuk menyesuaikan agamanya
dengan Sumarto. Mereka dinikahkan secara Katolik. Sementara itu, pemakaman
jenazah Ida dipertanyakan oleh pegawai rumah sakit sampai keluarga besar Permana.
Pertanyaan ini dilambangkan dengan penyebutan dua TPU di Bandung, latar novel
ini: Sirnaraga, TPU yang identik dengan Muslim, dan Pandu, TPU yang identik
dengan Kristen. Ida dimakamkan di Pandu. Terhadap dua kejadian ini, Permana dan
Saleha berusaha tidak mempermasalahkan agama walaupun merasa tidak setuju juga.
Justru yang paling panas memandangnya adalah kerabatnya, Mang Ibrahim. Dia
merasa dua peristiwa ini adalah tanda kekalahan kaumnya. Dalam tiap sikapnya
atas dua peristiwa itu amarah kentara, bahkan dia tak sudi menghadiri pemakaman
Ida padahal Ida adalah cucu kesayangannya. Amarah ini dicoba diatasi oleh
Saifuddin, kerabat lain, yang memandang persoalan ini dengan lebih moderat.
Pemilihan tokoh latar sebagai pihak yang justru paling sengit menyikapi jurang
agama ini mengisyaratkan bahwa ini bukan lagi sekadar urusan internal keluarga
melainkan persoalan umum.
Dalam Keluarga Permana, dengan gerak seperti domino, persoalan
kebendaan yang berakibat pada persoalan kejiwaan dibenturkan pada persoalan
agama sehingga novel yang penceritaannya apik ini mematrikan kesan kerumitan
persoalannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar