Sabtu, 22 Oktober 2016

Kemelut Hidup - Ramadhan KH


Judul Buku
:
Kemelut Hidup
Penulis
:
Ramadan K.H.
Penerbit
:
Pustaka Jaya
Tahun Terbit
:
1977



Kemelut Hidup berisi upaya seorang pensiunan pegawai negeri untuk tetap bisa membiayai keluarganya dan mengatasi segala persoalan yang timbul karena pensiunnya itu dalam bolak-baliknya antara Bandung-Jakarta.

Pensiunan itu adalah Drs. Abdurrahman Prawiradikusumah. Sebelum pensiun dia adalah pejabat tinggi di suatu departemen yang berhubungan dengan tenaga kerja –dia tahu tentang info suatu jabatan di ILO—dan pabrik –semasa menjabat dia punya wewenang untuk memberi izin operasi suatu pabrik (kemungkinan departemen tenaga kerja dan transmigrasi atau departemen perindustrian). Nama panjangnya dan informasi tentang almarhum bapaknya yang disebutkan dalam kata sambutannya di hari pensiunnya menyiratkan latar belakangnya: dia berasal dari keluarga menak. Gelar yang mendahului namanya berasal dari studinya sebagai sarjana ekonomi. Istrinya bernama Ina, seorang ibu rumah tangga. Mereka punya enam anak. Abdurrahman masih sering berkumpul dengan saudara-saudaranya dan masih berhubungan dengan ibu tirinya, Bi Tini, yang sudah menikah lagi.

Untuk mengatasi persoalan ekonomi keluarga yang setelah dia pensiun menjadi sangat mendesak, Abdurrahman menempuh bermacam-macam jalan: mencari kerja lagi, berusaha mengklaim haknya atas tanah warisan ibunya, dan meminjam uang pada ibu tirinya. Sementara itu, Abdurrahman pun dihadapkan pada masalah hubungan dengan keluarganya. Ina serong dengan suami baru ibu tirinya, Sukanda. Susana, anaknya yang kedua, menjadi pelacur. Aminah, anaknya yang lain, pulang lebih cepat dari studi di Belanda dalam keadaan gila dan hamil tanpa diketahui siapa bapak jabang bayinya. Semua itu berkelindan menjadi suatu kemelut hidup Abdurrahman.
Buku ini menunjukkan bahwa ekonomi, sosial, dan politik saling timbal balik menjadi sebab-akibat. Barang siapa yang memiliki kedudukan tinggi secara ekonomi dialah yang memiliki kuasa secara sosial dan politis. Misalnya, Sukanda mampu memerintah Ina untuk berhubungan seks dengannya karena dia memiliki uang yang dibutuhkannya. Karena kedudukan ekonominya tinggi, Sukanda mendobrak relasi sosialnya dengan Ina, istri anak tiri istrinya. Politik dan hubungan sosial adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Misalnya, Suhandar, sebagai saingan Abdurrahman dalam mencari kerja di suatu pabrik susu di Cibinong, mewajarkan dirinya memberi keterangan keliru tentang Abdurrahman –bahwa Abdurrahman wafat dalam kecelakaan yang menimpanya, sehingga dialah yang diterima di pabrik itu. Contoh lain: beberapa saudaranya menyesali Abdurrahman yang tidak mempekerjakan anak-anak mereka di tempatnya saat dia masih dinas di departemen, padahal pejabat-pejabat lain melakukannya.

Lewat kelindan antara ekonomi, sosial, dan politik itu, buku ini mengangkat persoalan etis. Persoalan-persoalan ini dijawab lewat tindakan-tindakan Abdurrahman. Saat masih dinas, Abdurrahman menilai bahwa memasukkan kenalan-kenalannya ke tempat yang berkaitan dengan departemennya atau mengizinkan keluarga untuk memakai fasilitas dinas adalah sesuatu yang salah. Setelah dia mengalami kemelut pasca-pensiun, penilaian itu goyah. Dalam upaya mengklaim haknya atas tanah warisan ibunya, pada awalnya Abdurrahman berniat untuk menyelesaikannya sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Lalu, dia menyadari bahwa kedudukannya dalam kasus ini kurang menguntungkan. Pada akhirnya dia mewajarkan penyogokan. Dulu, saat pertama kali mengetahui Susana melacur, Abdurrahman murka. Susana melacur karena dorongan ekonomi. Lama kemudian, setelah menghilang, Susana kembali dalam keadaan yang lebih mapan darinya. Abdurrahman menerima dukungan ekonomi Susana yang didapat dari hasil melacur. Apakah semua cara boleh dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi? Pada awalnya, tindakan-tindakan Abdurrahman menyiratkan jawaban ‘tidak’. Ada cara-cara yang tidak baik dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Tapi, setelah mengalami kemelut pasca-pensiun, jawaban itu berubah jadi ‘ya’. Dalam keadaan yang mendesak semua cara boleh dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Meskipun demikian, agaknya Ramadhan KH masih condong pada jawaban ‘tidak’ sehingga untuk memberikan ‘rasa keadilan’ dia menghukum dulu Abdurrahman dengan cara mencelakakannya setelah Abdurrahman menyogok jaksa dan hakim, dan membuatnya melewatkan suatu kesempatan kerja karena kecelakaan itu.

Kemelut Hidup menunjukkan bahwa walaupun tekanan ekonomi mempengaruhi hubungan sosial dan politik, dan cenderung menihilkan nilai, seseorang harus berusaha bersikap normatif atau kalaupun memutuskan untuk tidak bersikap normatif, bersiap-siaplah untuk mendapatkan ‘hukuman’ sebagai penyeimbang.

1 komentar: