Senin, 28 November 2016

Langit Dan Bumi Sahabat Kami - Nh Dini


Judul Buku
:
Langit dan Bumi Sahabat Kami
Penulis
:
Nh Dini
Penerbit
:
Gramedia
Tahun Terbit
:
1990 (pertama kali terbit tahun 1979)



Langit dan Bumi Sahabat Kami berisi kebangkitan naluri artistik dan kesadaran tentang hubungan laki-perempuan dalam diri seorang anak perempuan, kesulitan ekonomi, dan lika-liku gerakan bawah tanah dan pengaruhnya terhadap orang-orang terdekat mereka pada masa pendudukan Sekutu di Semarang.

Buku ini membahas musabab kebangkitan naluri artistik dan fungsi ekspresi artistik dengan menggunakan Dini, penceritanya, sebagai contoh kasus. Pada masa pendudukan Sekutu Dini tidak bisa berhubungan dengan orang-orang yang dekat secara emosional dengannya: Mariam, kakaknya, dan Edi, sepupunya. Hubungannya dengan anak-anak tetangga pun hanya selintas saja. Dini sendiri bukan anak yang suka berbicara walaupun tidak berarti tidak punya pendapat tentang apa-apa yang terjadi di sekitarnya. Dia sudah bisa membaca. Bapaknya mengajarinya membaca dengan buku Rabindranath Tagore. Dia juga sering diajarkan lagu-lagu yang lazim dinyanyikan anak-anak pada masa itu. Dalam keadaan semacam itulah tumbuh perlahan nalurinya untuk mengekspresikan perasaannya, terutama kerinduannya pada dua orang tadi. Pada awalnya dia hanya mengubah lirik-lirik lagu yang diketahuinya dengan hal-hal yang mengekspresikan kerinduannya itu. Lama-lama dia menuliskannya. Ekspresinya itu membuatnya bisa bertahan dalam kesepian itu. Di sini naluri menulis muncul dari kesepian dan pertama-tama digunakan untuk melipurnya.

Di tengah keadaan itu Dini mendapatkan kesadaran tentang hubungan antara laki-perempuan. Yu Kin melahirkan. Dia mengeluhkan keadaan fisik bayinya pada Yu Saijem, mantu pembantu keluarga Dini. Yu Saijem berkata soal “suami-istri campur” saat menjelaskan persoalan Yu Kin. Dini, seorang anak yang rasa ingin tahunya besar, yang menjadi saksi percakapan itu kemudian bertanya lebih lanjut pada Yu Saijem. Itulah pertama kalinya dia mendapatkan penjelasan yang sangat gamblang tentang persetubuhan laki-perempuan. Lebih jauh lagi, Dini kemudian mengetahui pelacuran lewat Yu Saijem. Kang Marjo, suami Yu Saijem, ditangkap tentara Sekutu. Keadaan ekonomi sedang sulit. Pada masa itu Dini sering melihat Yu Saijem jalan dengan lelaki yang berbeda-beda. Rasa ingin tahu itu mengantarkannya pada pengetahuan tentang pelacuran. Dalam menerima dua pengetahuan ini, Dini bersikap reseptif, atau lebih tepatnya polos. Meskipun demikian, kecenderungannya untuk merenung justru membuat dia tidak bersikap menghakimi atas persoalan semacam itu. Dia menilainya dengan mempertimbangkan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan seksual seseorang.
Pada masa pendudukan Sekutu di Semarang barang-barang kebutuhan serba sulit karena jalan-jalan ke luar kota diblokade. Sumber-sumber air pun kering atau kotor. Bahan makanan yang beredar di pasaran berkualitas buruk karena terlalu lama ditimbun. Harga-harga mahal di pasaran umum, apalagi di pasar gelap. Dampaknya, apa pun yang bisa dijadikan bahan makanan gratis diperebutkan. Tumbuhan dan pohon di tanah kosong di tangsi polisi dekat rumah Dini dihisap habis oleh orang-orang. Pada masa-masa ini kemampuan masak ibu Dini menyelamatkan perut keluarga. Bahan-bahan yang kurang enak diolah jadi bisa diterima lidah. Segala sumber daya diusahakan diamankan, terutama dari tentara Sekutu yang suka seenaknya mengambil barang-barang di rumah warga. Keluarga Dini menyembunyikan ayam agar telurnya bisa dijual, ditukar, atau dimakan sendiri. Barang-barang dijual supaya dapat modal untuk membeli kebutuhan. Sistem barter pun digunakan lagi. Sering keluarga Dini bolak-balik ke Pasar Johor untuk membarter barang dengan apa-apa yang dijajakan di sana. Pada masa ini Dini mendapatkan pelajaran etika tentang kepemilikan, berbagi, dan sikap politis. Palang Merah Belanda memberikan bantuan pada warga. Bapak Dini menolak menerimanya karena tidak mau bekerja sama dengan kubu Sekutu, sedangkan ibunya justru menerimanya. Mereka berdebat. Pembelaan ibu Dini adalah barang-barang ini bisa diberikan pada kenalan-kenalan yang membutuhkan. Saat itu keluarga mereka bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhannya. Tidak apa-apa melakukan tindakan itu kalau demi menolong orang lain, apalagi keluarga mereka sudah bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhannya, sebagaimana pernah dilakukan saat mereka memasang pompa air.

Bapak Dini terlibat dalam gerakan bawah tanah. Dini sering mendapati dia berunding sembunyi-sembunyi dengan orang-orang tidak dikenal di kebun sekitar rumahnya pada malam hari. Pak Sarosa, paman Dini, masuk ke Semarang dengan menyamar dan melalui jalan-jalan tikus. Anak-anak dilarang berbicara tentang kehadirannya di rumah pada orang lain. Saat situasi memanas, bapak Dini, Kang Marjo (suami Yu Saijem), dan beberapa orang lelaki yang tinggal di rumah mereka ditangkap Sekutu. Penangkapan ini kemudian berdampak buruk pada kesehatan bapak Dini secara umum. Sementara itu, ada warga yang mendadak menjadi kaya tanpa dijelas sebabnya. Menjelang pendudukan berakhir rumah warga itu dibakar. Mereka inilah yang dianggap mata-mata yang terlibat dalam penangkapan bapak Dini dan yang lainnya. Teguh, kakak Dini, menyukuri-nyukuri nasib sial yang menimpa mereka. Pada saat inilah Dini mendapatkan etika untuk bersikap adil. Bapaknya menegur Teguh karena sikapnya. Situasi perang yang mendesak orang untuk menjadi kolaborator musuh atau tetap memberontak merembetkan rasa permusuhan atau rasa persahabatan, bergantung pada kepentingannya.

Langit dan Bumi Sahabat Kami mengajukan persoalan etika ekonomi, politik, dan seks dalam situasi perang, dan menyatakan pendapat tentang suatu faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar