Sabtu, 14 Januari 2017

Sekayu - Nh Dini


Judul Buku
:
Sekayu
Penulis
:
Nh Dini
Penerbit
:
Gramedia
Tahun Terbit
:
1994 (terbit pertama kali tahun 1981)



Sekayu berisi serangkaian cinta masa remaja, gelora menulis, melebarnya pergaulan, dan rasa kehilangan yang dialami gadis belasan tahun pada tahun ‘50an di Semarang dan daerah sekitarnya.

Dini, gadis itu, pertama-tama mengalami cinta monyet pada tahun-tahun terakhir sekolah dasar. Dia mendapatkan surat cinta dari seorang teman sekelas. Tapi, sang penulis surat bersikap seakan surat itu tidak pernah ditulis tiap kali dia bertemu dengan Dini. Pada titik ini kebingungan Dini akan rasa cinta dimulai. Lalu, pada kesempatan lain Dini didekati oleh seorang guru yang dikenalnya dalam kegiatan pemberantasan buta huruf. Dalam hubungan ini Dini tidak nyaman karena merasa lelaki itu terlalu mendikte dan memiliki pandangan yang kelewat tradisional tentang perempuan, misalnya perempuan hanya boleh pakai rok sebagai bawahan. Lalu, Dini juga sempat menjadi pemuja rahasia teman Maryam, kakaknya. Tiga pengalaman itu cukup berkesan bagi Dini. Tapi, ketiganya kalah membuatnya mabuk kepayang daripada dua pengalaman cinta selanjutnya. Dua lelaki selanjutnya adalah Marso dan Dirga, kakak-beradik. Yang disebut belakangan adalah yang lebih tua. Marso adalah bintang sekolah sedangkan Dirga tidak terlalu menonjol. Meskipun kemudian lebih dekat dengan Marso, Dini sebenarnya pertama-tama jatuh cinta pada Dirga. Saking jatuh cintanya pada Dirga, Dini sampai melakukan tindakan-tindakan kekanak-kanakan saat dia patah hati, seperti menghindari kegiatan-kegiatan pelajar yang diikuti Dirga juga padahal Dini bisa dibilang aktif juga dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Di sisi lain, rasa sayang pada Marso justru tumbuh perlahan tapi pasti. Peristiwa yang membuat hatinya terbuka pada Marso adalah darmawisata ke Parangtritis. Tapi, pada akhirnya hubungan Dini dan Marso pun membeku pula. Sebagai bintang sekolah, Marso memiliki banyak penggemar. Ada dua yang sangat dekat padanya. Salah satunya marah pada Marso saat melihat kertas lirik yang tulis Dini atas pesanan Marso. Di kertas itu ada gambar yang berbentuk huruf ‘D’ dan ‘M’. Perempuan itu marah karena menyangka Dini sengaja menulis inisial itu sebagai upaya penyelewengan sementara perempuan itu dan Marso sedang dekat-dekatnya. Lalu, yang terakhir adalah Mas Nur. Dia adalah lawan main Dini pada pementasan Eka Kapti. Cintanya tumbuh selama proses garapan. Pada akhirnya kandas juga. Tapi, justru Dini merasa rasa cinta dan patah hatinya pada Mas Nur lebih mendidik ketimbang pada Dirga. Pada masa puber itu Dini mengalami banyak kekecewaan cinta.
Pada masa itu Dini memulai debut menulis profesionalnya. Sebuah stasiun RRI di kotanya memiliki acara sastra. Isinya adalah pembacaan tulisan-tulisan yang diterima redaksi. Pertama-tama, Dini hanya mengirim tulisan-tulisannya saja. Lama-lama Dini juga terlibat sebagai pembaca tulisan-tulisan yang diterima radio tersebut. Pada bagian yang membahas hal ini Dini bicara juga soal motif ekonomi dalam kerja kreatifnya. Dia secara terus terang mengatakan bahwa dia menulis demi uang. Memang, masa-masa awal dia mengirimkan tulisan-tulisannya bertepatan dengan masa-masa paceklik ekonomi keluarga karena baru ditinggalkan ayahnya. Ibunya benar-benar memutar otak supaya mereka sekeluarga memiliki cukup biaya hidup, apalagi setelah Jawatan Kereta Api menolak untuk memberi almarhum ayahnya pensiunan karena dianggap tidak kooperatif selama masa revolusi kemerdekaan dan agresi militer. Tampaknya ini juga salah satu hal yang mendorong Teguh, kakaknya, untuk mengirim tulisan ke radio. Sebelumnya, tidak disebutkan bahwa Teguh memiliki ketertarikan terhadap bidang tulis-menulis. Kemudian mereka sering tampil berdua di radio. Oya, Dini juga sempat mengikuti lomba menulis yang diselenggarakan Palang Merah Indonesia. Di sisi lain, aktivitas Dini di bidang tulis-menulis terdengar juga sampai sekolahnya. Setidaknya dalam buku ini ada dua guru yang sangat mengapresiasi kiprah Dini dan dianggap berpengaruh pada kiprahnya. Yang satu adalah Pak Purnomo. Dia menyebarkan kabar tentang kiprah Dini ke seantero sekolah. Yang satu lagi adalah Pak Ramuno. Dia dan Dini beberapa kali berdebat tapi mereka akrab. Dia juga adalah salah satu orang yang dipersembahi buku Sekayu oleh Nh Dini. Kehadiran pendukung yang spesifik mendukung bidang yang digeluti seseorang membuatnya lebih bersemangat berkiprah.

Selain mengalami kehilangan yang asam-manis seperti yang dialaminya dengan cinta-cinta monyetnya, Dini mengalami kehilangan-kehilangan yang sepenuhnya pahit. Yang paling utama adalah kematian ayahnya. Tapi, rasa kehilangan ini jadi menonjol justru karena tidak diceritakan. Yang diceritakan hanya pengalaman terakhir kali pergi ke pasar malam bersama ayahnya. Di situ pun yang diceritakan adalah kejadian-kejadian yang lucu. Misalnya, Teguh yang terpencar sendiri sampai sekeluarga kerepotan mencari-carinya, tapi saat akhirnya ditemukan dia malah sebenarnya sedang senang-senang sendiri. Juga, kekonyolan-kekonyolan ayahnya selama di pasar malam. Tidak ada adegan yang menggambarkan kematian ayahnya atau pemakaman. Hanya disebutkan bahwa adegan ke pasar malam itu adalah pengalaman terakhir bersama ayahnya. Memang, kadang tidak menceritakan sesuatu adalah salah satu cara bercerita yang dahsyat. Kehilangan lainnya dialami Dini saat Maryam menikah. Berbeda dengan saat Heratih, kakaknya sulung, menikah dengan Utono, saat Maryam menikah Dini justru tidak ingin berada di tempat resepsi. Dia malah bersembunyi di tempat rahasia di kebun dekat rumahnya saat resepsi dilaksanakan. Di sana dia membaca. Dia pun merasa tidak sreg dengan lelaki pilihan Maryam karena menurutnya lelaki itu tidak bisa mengambil hatinya sebagaimana Utono saat dulu hendak menikahi Heratih. Maryam sendiri adalah kakaknya yang paling dekat dengannya. Dini merasa pernikahan itu berarti kepergian Maryam dari keluarganya. Di antara semua kehilangan yang dialaminya, justru Dini memilih kisah paling ceria untuk menggambarkan sikapnya atas kehilangan yang paling tidak mungkin dielakkan.

Melebarnya pergaulan Dini pertama-tama disebabkan oleh semakin dia dewasa. Dia sudah SMP. Dia aktif dalam kegiatan-kegiatan pelajar. Dia menjadi salah seorang penampil dalam acara pembukaan Panca Lomba Sekolah Menengah Seluruh Indonesia, bahkan bersalaman dengan Bung Karno, peristiwa yang hanya dijadikan ledekan oleh ibunya. Karena kiprahnya di bidang menulis, dia makin mengenal banyak orang. Dia menjadi akrab dengan orang-orang RRI Semarang. Dia juga bersurat-suratan dengan seorang pelukis Yogya, Rusli. Kegiatannya di Eka Kapti pun berkembang, bahkan dia sempat menjadi aktor dalam salah satu pementasannya. Dia juga sempat terlibat dalam kegiatan pemberantasan buta huruf di lingkungannya, bahkan dia menjadi punggawa dalam mengajak perempuan-perempuan dewasa untuk menjadi peserta. Di sisi lain, pelebaran pergaulan ini didorong juga oleh keadaan rumah Dini. Ayahnya sudah meninggal. Maryam dan Nugroho kuliah di UGM. Di rumah keluarganya hanya ibunya dan Teguh, walaupun ada beberapa anak indekos. Peristiwa di rumah lebih sedikit jumlahnya daripada peristiwa di luar rumah. Sekayu menjadi penanda terbangnya Dini dari rumahnya.

Sekayu adalah kisah tentang siapa-siapa yang datang dan pergi dalam hidup Dini pada masa dia melebarkan sayapnya dari rumah sambil diliputi gejolak kawula muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar