Senin, 27 Maret 2017

Pondok Baca Kembali Ke Semarang - Nh Dini


Judul Buku
:
Pondok Baca Kembali Ke Semarang
Penulis
:
Nh Dini
Penerbit
:
Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit
:
2011




Pondok Baca Kembali Ke Semarang berisi pengalaman dan penilaian Dini sebagai anggota perkumpulan Rotary Club Kunthi, penulis, pengurus Pondok Baca, dan seorang ibu pada pertengahan tahun ‘80an sampai ‘90an.

Sebagai penulis mapan, dia sering dimintai tolong oleh banyak pihak untuk menulis, seperti menjadi kontributor Sinar Harapan atau menulis biografi Bhante Girirakkhita. Selain itu, Dini sering diundang untuk menjadi pembicara dalam beragam seminar. Dalam buku ini, diceritakan pengalamannya saat diundang ke Australia oleh Universitas Flinders untuk mengisi acara “Konferensi Budaya Indonesia”. Dia juga pernah diundang oleh Plan International Kupang Barat, sebuah lembaga yang berafiliasi dengan UNICEF dan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, untuk berbicara tentang perpustakaannya. Walaupun merasa senang karena bisa mendatangi tempat-tempat menarik, dia merasa kurang sreg dengan kompensasi yang diberikan panitianya. Kalau diundang untuk menjadi pembicara, khususnya oleh lembaga-lembaga dalam negeri, seringkali dia hanya mendapatkan kain atau barang-barang sejenisnya. Dia justru lebih ingin diberi kompensasi berupa uang. Ditambah lagi, pada masa itu dia mesti membiayai perpustakaannya. Dengan tegas dia menyatakan bahwa dia tidak malu memasang tarif kalau jasanya sebagai penulis dibutuhkan, suatu hal yang sempat menjadi bahan gunjingan wartawan. Dia hidup dari menulis. Itulah sokongan finansial utamanya. Dibandingkannya penghargaan terhadap penulis di Indonesia dengan di Malaysia. Di sana penulis lebih dihargai karena ada semacam program santunan yang dikhususkan bagi kalangan ini. Kalau dalam pandangannya tentang penghargaan terhadap penulis cenderung ketus, tentang kajian terhadap karyanya dia seperti tersanjung. Dia merasa terpukau juga saat ada peneliti yang menilai bahwa karyanya mengandung unsur feminisme. Dia mengaku proses kreatifnya lebih didasarkan pada hati nuraninya saja.

Pada masa awal kepindahan kembali ke Semarang dia diajak oleh Hesty Utami untuk turut dalam pembentukan cabang Rotary Club, suatu lembaga hubungan internasional nirlaba yang beranggotakan orang-orang dari beragam bidang dan bergerak di bidang sosial, di Semarang. Dia urun usul nama Kunthi bagi lembaga itu dan menulis lirik lagu marsnya. Dalam lembaga itu dia dianggap sebagai yang paling bisa diandalkan untuk mewakili dalam pelbagai acara karena jam kerjanya lebih longgar daripada anggota lain. Dia hanya menyaratkan akomodasinya dalam kesempatan-kesempatan itu. Saat berada dalam beragam kesusahan, dia tidak jarang ditolong anggota-anggota Rotary Club Kunthi. Dalam buku ini salah satu proyek besar yang digarap lembaga itu adalah penyediaan fasilitas air bersih di Gondorio, salah satu desa binaannya yang terletak di pinggiran Semarang.

Dalam buku ini Dini dikunjungi dan mengunjungi dua anaknya, Lintang dan Padang. Saat dia mengunjungi Lintang dan suaminya di Kanada, tampak betapa kenangan akan mantan suaminya tetap membayanginya. Dia merasa anak itu punya watak seperti bapaknya. Meskipun demikian, perasaannya terhadap anaknya tetap sayang, berbeda dengan perasaannya pada mantan suaminya. Sesalnya masih terasa dalam tiap renungannya tentang lelaki itu, bahkan dia menyebutnya dengan “bapaknya anak-anak”, bukan “mantan suami”. Rasa sayang itu kentara juga saat dia berusaha menjamu Padang dan tunangannya. Dia ajak mereka ke sana ke mari dan menyediakan akomodasinya. Ada rasa bangga dalam perenungannya tentang mereka.

Yang banyak menyita perhatiannya selama masa itu adalah Pondok Baca. Dia mengupayakan segenap modalnya untuk mempertahankan perpustakaan itu. Pada setiap panitia yang memintanya terlibat dalam acara mereka sebagai penulis dia selalu menagih honor dengan penekanan tentang Pondok Baca. Lebih banyak lagi adalah bantuan-bantuan keuangan atau administratif yang didapatkannya dari relasinya yang sangat banyak. Dari kalangan politisi, seperti Emil Salim, Sutrisno Suharto (walikota Semarang), dan Kedutaan Besar Selandia Baru, sampai perusahaan-perusahaan. Meskipun demikian, jalannya tidak selancar itu. Yang paling traumatik adalah saat dia hanya ditanggapi oleh 4 penerbit padahal dia mengirimkan 16 proposal. Selain itu, dia juga sempat kehilangan semangat sama sekali saat  Pondok Baca di Griya Pandana digoncang cuaca buruk. Perpustakaan itu sempat beberapa kali pindah: dari Sekayu ke Griya Pandana, ke Perumahan Beringin Indah. Walaupun asal mula pendirian perpustakaan ini disebutkan sebagai upaya untuk mengatasi kebisingan anak-anak di sekitar rumahnya di Sekayu, dalam praktiknya, tampak bahwa motifnya yang lebih dalam adalah pendidikan, khususnya pendidikan anak perempuan, sebagaimana tampak dalam upayanya untuk mengajak kembali seorang anak yang sudah lama tidak mengunjungi perpustakaannya. Selain itu, motif sosial tampak dalam keputusannya untuk mempekerjakan beberapa orang tertentu dan mengangkat anak atas nama Pondok Baca.

Sebagaimana telah disiratkan di atas, buku ini menguak banyak relasi sosial Nh Dini. Hampir dalam setiap kegiatannya dia selalu mendapatkan bantuan dari relasinya yang sangat banyak. Di antara relasinya ada seseorang yang sangat ringan tangan terhadapnya: Johanna. Secara suka rela dia menyokong keuangan Dini dalam keadaan apa pun, bahkan sempat mengajukan salah satu rumahnya sebagai tempat pengganti bagi Pondok Baca.

Dalam banyak peristiwa tampak bagaimana Dini begitu perhitungan. Ditambah dengan sikapnya yang cenderung menyatakan apa yang membuatnya terusik, maka dalam pelbagai keadaan yang kurang menyenangkan tampak betapa jutek dia. Dari tanggapannya terhadap penghargaan orang-orang terhadap profesi penulis sampai dambaannya tentang nominal ganti rugi dari pengelola perumahannya.

Pondok Baca Kembali Ke Semarang adalah pengaruh relasi sosial terhadap banyak kegiatan seseorang dan suatu tuntutan dari seorang penulis yang dituturkan oleh perempuan yang blak-blakan dalam menunjukkan kesukaan dan ketidaksukaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar