Minggu, 16 April 2017

Keluarga Besar - Net TV



Keluarga Besar: Sitkom Potensial di Net TV


Judul Serial
:
Keluarga Besar
Stasiun Penayang
:
Net TV
Aktor
:
Surya Saputra, Sissy Priscillia, Pierre Gruno, Rohana Srimulat,
Fay Nabila, Fathi Unru, Elvira Devinamira, Giras Basuwondo
Rumah Produksi
:
Imagine
Jam Tayang
:
Setiap Minggu, pukul 19.00 (Sejak 12 Maret 2017)













Saya bukan tipe orang yang sering menonton televisi walaupun di rumah ada. Menonton televisi paling-paling kalau kebetulan mesti menjerang air gara-gara ingin mandi tapi sudah hari kelewat malam. Makanya kalau ada acara TV yang menarik tidak jarang saya menontonnya agak lama. Kalau kebetulan acara itu lebih dari menarik, saya menyempatkan diri untuk menonton episode-episode selanjutnya. Lumayan sebagai selingan cara konsumsi video. Dengan kebiasaan menonton video dengan sarana laptop dan internet yang seringkali sembarangan saja waktunya, menonton TV menjadi suatu kegiatan yang waktunya teratur. Ngomong-ngomong soal menonton TV, sudah tiga minggu ini saya menonton sebuah sitkom yang cukup potensial. Judulnya Keluarga Besar!

Keluarga Besar adalah sebuah sitkom yang ditayangkan di Net TV. Sebagaimana jelas pada judulnya, tokoh-tokohnya adalah anggota sebuah keluarga besar tiga generasi. Sepasang kakek-nenek berinisial R (Rudi dan Ratih), tiga anak perempuan mereka, dan cucu laki-perempuan dari anak sulung mereka. Anak kedua sudah menikah tapi belum punya anak. Si bungsu masih kuliah. Tiga anak kakek-nenek itu dinamai secara alfabetis: si sulung bernama Andien, Bunga, dan si bungsu bernama Caca. Inisial suami dua anak tertua itu sama dengan inisial mereka: Anto dan Broto. Inisial sepasang cucu itu sama seperti bapak-ibunya: Adit dan Alika. Supaya saya tidak berlarut-larut membahas nama aktornya, silakan cari saja informasinya di Internet. Rata-rata aktor termahsyur kok.

Sebagaimana haluan Net TV yang cenderung kelas menengah, keluarga utama sitkom ini adalah sebuah keluarga kelas menengah. Si kakek adalah seorang pensiunan aktor. Si nenek punya bisnis katering. Anto adalah pegawai kantoran yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan baru. Broto adalah orang-orang proyek bangunan. Serpihan-serpihan pekerjaan itu selalu tampak selama tiga episode yang saya tonton. Misalnya, Broto minta mertua dan istrinya yang minta diantar ke pasar untuk menemaninya dulu ke toko bangunan untuk membeli keperluan proyek, dua anak tertua seringkali terlibat dalam adegan mempersiapkan katering, bahkan upaya Anto untuk mendapatkan pekerjaan baru dibahas cukup panjang (main futsal untuk membujuk calon bosnya dan berkali-kali ditelepon calon bosnya yang lain saat dia sedang di angkot). Rumah mereka pun cukup besar. Masing-masing pasangan, si bungsu, maupun sepasang cucu itu punya kamar sendiri yang cukup besar, walaupun selama tiga episode itu tidak ada adegan kakek-nenek berdua di kamar. Di rumah itu ada ruang TV, ruang makan, dan dapur yang cukup besar.

Tiap episode memiliki satu topik utama. Secara berturut-turut topik tiga episode termutakhir adalah: “Akibat Bunga yang ibu rumah tangga selalu disuruh-suruh”, “ada tikus di rumahku”, dan “kalau satu sakit semua tertular”. Episode tikus lemah karena membawa terlalu jauh sitkom ini menjadi suatu tayangan yang karikatural dan tanpa penggalian latar belakang tokoh-tokohnya, walaupun tidak bisa dimungkiri bahwa topik itu menggambarkan suatu persoalan rumah-rumah di daerah komplek. Di situ secara hiperbola semua anggota keluarga dipusingkan oleh tikus sampai-sampai barang dan perabot berantakan. Dua episode lainnya mampu lebih jauh menggambarkan dinamika keluarga itu dan persoalan rumah tangga. Di situ dipermasalahkan ibu rumah tangga (Bunga) yang dianggap babu oleh anggota keluarga lainnya, penularan penyakit di rumah dan bagaimana kemudian semua anggota keluarga bertopang pada satu orang yang paling sehat, dst.. Di tengah-tengah topik itu muncul setidaknya dua topik berulang, yakni Anto yang mencari kerja dan dikejar penagih utang.

Dari situ kemudian tampak watak-watak tipikal tokoh-tokohnya. Si kakek yang kekanak-kanakan sebagai penggambaran anggapan bahwa orang yang sudah uzur cenderung bersikap begitu dan si nenek yang cerewet. Anak-anak yang sudah menikah sama wataknya dengan pasangannya. Andien dan Anto suka bersikap seenaknya. Kalau sudah begitu, Bunga dan Broto yang biasa kena getahnya hanya bisa pasrah. Caca cenderung cari aman kalau terjadi sesuatu. Sementara itu, watak sepasang cucu itu dikontraskan: Adit kutu buku sedangkan Alika tidak suka belajar dan lebih suka main hape.

Tentu saja semua itu disajikan secara humoris. Gestur tokohnya yang karikatural dan hiperbolis adalah salah satu sarananya. Tapi, yang lebih sering lagi adalah lawakan-lawakan slapstick-nya. Misalnya, tangan si kakek tidak sengaja memegang setrikaan yang sedang panas-panasnya atau Anto yang kepeleset hasil pelnya sendiri. Lalu, ada lawakan berulang (running gag) pada setiap episodenya: selalu ada adegan penagih utang Anto celaka lalu dimasukan ke ambulans. Tentu saja kesialan yang disajikan dengan lucu adalah hal yang terus muncul di sini dalam beragam bentuk.

Lantas sitkom ini potensial di sebelah mananya? Keluarga Besar punya peluang untuk menggali lebih jauh topik-topik dalam sebuah rumah tangga yang dihuni tiga generasi. Pada episode yang telah lalu kita diperlihatkan, misalnya, kesewenang-wenangan kakak ipar, jungkir balik Anto untuk mendapatkan pekerjaan baru, dan sekeluarga sakit bersama. Barangkali di episode berikutnya ada pembahasan tentang hubungan tante-om dan ponakan, masalah-masalah yang dihadapi orang-orang seumuran para cucu atau seumuran Caca dan dampaknya pada rumah tangga itu, atau bagaimana rincinya pekerjaan Broto di pabrik atau bisnis katering si nenek. Hal-hal itu baru sedikit digali. Tentu saja adalah wajar apabila suatu serial yang baru jalan beberapa episode tampak menjanjikan. Ide-ide penulisnya masih banyak yang belum ditumpahkan. Belum tahu kalau serial ini sudah jalan beratus-ratus episode. Toh, serial Net TV sebelumnya yang juga menjanjikan pengulikan kehidupan rumah tangga suatu keluarga menengah saja pada akhirnya malah jadi episode-episode yang sama sekali tidak sinambung, tanpa ada penggalian lebih lanjut soal tokohnya, dan menjadi kehilangan konteks sosialnya sendiri. Jadi tidak ada artinya bahwa pasangan suami-istri yang satu sudah kawin lama dan pasangan lainnya baru kawin, dan tidak ada artinya pekerjaan-pekerjaan para tokohnya, misalnya salah satu tokohnya pernah jadi guru. Seakan-akan tokoh-tokoh dalam serial itu bisa saja diganti dengan tokoh lain dan hasil dan rasanya akan tetap sama saja. Ya, saya sedang membicarakan Tetangga Masa Gitu. Memang, episode tikus itu memberi indikasi ke arah sana. Tapi, semoga saja Keluarga Besar bisa mempertahankan semangatnya untuk menggali persoalan-persoalan rumah tangga keluarga besar dan lika-liku masing-masing tokohnya. Kita lihat saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar