Judul Buku
|
:
|
Orang-Orang Bloomington
|
Penulis
|
:
|
Budi Darma
|
Penerbit
|
:
|
Sinar Harapan
|
Tahun Terbit
|
:
|
1980
|
Budi Darma dalam kata pengantar buku Orang-Orang Bloomington
ini menyatakan bahwa pasti ada benang emas halus yang menghubungkan satu karya
dengan karya lain seorang penulis. Memang dalam kumpulan ini pun ada
benang-benang emas halus yang menghubungkan 7 cerpen di dalamnya: daerah sepi,
orang-orang yang tidak disukai atau diabaikan, kedengkian, dan ulang-alik
perasaan naratornya terhadap orang-orang yang diceritakannya.
Daerah sepi adalah latar yang berulang muncul dalam buku
ini. Jalan Fess yang disebut-sebut dalam beberapa cerpen adalah lokasi kosan
seorang narator. Dia sampai-sampai harus jalan beberapa blok ke sebuah toko
untuk mencari informasi tentang tetangganya yang misterius, sang “Laki-Laki Tua
Tanpa Nama”. Jalan Sepuluh Selatan yang ditinggali Catherine, gadis yang
ditaksir seorang teman sekosan “Yorrick”. Saat orang itu menyatakan niatnya
untuk tinggal di jalan yang sama, Catherine bilang jalan itu sepi dan tentram
tapi yang merugikan adalah jauh dari tempat-tempat umum. Di salah satu rumah di
Jalan Jefferson yang sepi “Ny. Elberhart” berharap surat datang tapi bersikap
memusuhi orang lain. Apartemen “Keluarga M”juga berletak di daerah yang jauh
dari tempat umum. Para tetangga di Jalan Fess, Jalan Sepuluh Selatan, Jalan
Jefferson, dan di Apartemen keluarga M sama-sama punya sikap ‘urusan orang lain
bukan urusan saya dan orang lain tidak perlu mengurusi urusan saya’. Suasana
sepi daerah itu diperkuat oleh sikap-sikap saling masa bodoh
penghuni-penghuninya.
Lingkungan atau suasana semacam itulah latar kisah
orang-orang yang tidak disukai. “Joshua Karabish” tidak disukai semua orang,
mantan teman sekosan, ibu kosnya yang baru, bahkan dianggap tidak berguna oleh
ibunya. Teman sekamarnya yang baru pun sempat tidak suka padanya. “Orez” secara
tersirat dibenci bapaknya karena dianggap anak pembawa sial, bahkan gejala yang
menunjukkan dia hilang menimbulkan semacam kelegaan. “Charles Lebourne” dibenci
oleh anak haramnya karena seenaknya meninggalkan ibu anak itu. “Yorrick”
dibenci teman sekosannya karena suka bersikap seenaknya dan lebih diramahi oleh
ibu kosannya dan gadis kecengannya. Dua anak keluarga M dibenci kesumat oleh
tetangganya sampai-sampai dia melakukan tindakan-tindakan yang akan membuat
orang lain justru tidak suka padanya.
Pada taraf tertentu orang-orang yang tidak disukai itu
justru tampak sebagai orang-orang yang diabaikan sehingga menimbulkan rasa
kasihan. Dua anak keluarga M itu sering berkelahi dengan anak-anak tetangga dan
melakukan tindakan yang menjengkelkan sang narator karena terabaikan secara
ekonomi oleh orang tuanya yang memang kere. Joshua Karabish dianggap sebagai
inspirator narator menulis puisi pun ibunya tidak mau menerima, apalagi kalau
diberi tahu bahwa puisi-puisi tersebut adalah puisi Joshua, padahal itulah
kenyataan sesungguhnya. Ny. Elberhart jadi paranoid orang lain menularkan
penyakit padanya karena pernah berturut-turut ditulari penyakit oleh suaminya.
Di sisi lain dia berharap kehangatan orang lain, bahkan berharap dirinya
dikenang setelah kematian. Tapi, dia begitu saja dilupakan, sama seperti
majalah yang memuat puisinya: kehujanan, kuyup, lalu dibuang begitu saja.
Dalam menghadapi mereka, perasaan kebanyakan narator
berubah-ubah. Yang perasaannya tidak berubah paling-paling narator yang
berhubungan dengan Yorrick. Dari awal sampai akhir dia kesal pada Yorrick
karena beragam alasan. Narator-narator yang lain mengalami fase-fase berikut:
penasaran, kesal, merasa bersalah, kasihan. Sangat menonjol fase-fase itu
dirasakan narator dalam “Joshua Karabish”, “Keluarga M”, “Ny. Elberhart”. Pada
“Laki-Laki Tua Tanpa Nama” tidak ada rasa kesal. Sementara itu, pada “Charles
Lebourne” rasa kesal dan rasa bersalah itu terus-menerus bergantian, bahkan
sampai akhir cerita tidak ada satu perasaan mantap yang dirasakan narator
terhadap Charles Lebourne.
Orang-orang Bloomington yang dikisahkan Budi Darma adalah
orang-orang Bloomington yang tidak disukai, terabaikan, dan tinggal di
daerah-daerah sepi. Keadaan macam itulah yang memperintens rasa kasihan atau
rasa bersalah naratornya terhadap mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar